Berkelana ke Penjuru Dunia

Nekat! Itu salah satu nilai yang diajarkan oleh Prof Rhenald Kasali pada mahasiswanya dalam kelas Manajemen Pemasaran Internasional. Meski demikian, nekat ini dibarengi dengan pikiran-pikiran logis atas tiap keputusan yang akan dibuat. Sebuah tugas mata kuliah yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa di mata kuliah tersebut yaitu pergi keluar negeri seorang diri dan diupayakan negara yang dituju harus berbeda antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain.

Awalnya kurasa akan membosankan membaca sekumpulan kisah dari 30 mahasiswa yang melakukan perjalanan keluar negeri dalam rangka melaksanakan tugas kuliah. Namun, pikiran itu mendadak berubah saat membaca nama Prof. Rhenald Kasali di sampul bukunya. Aku pun teringat dengan artikel tentang paspor beberapa waktu lalu yang sempat ramai dibincangkan di aplikasi WA yang ditulis oleh beliau. Ternyata benar, buku Kisah 30 Paspor ini adalah cerita “lanjutan” dari tulisan mengenai paspor oleh Prof Rhenald Kasali. Tanpa ragu lagi buku itu pun kupinjam dan kubawa pulang dari Perpustakaan Kota Madiun.

Halaman demi halaman kubaca dengan cukup cepat karena bahasanya yang ringan dan mengalir. Cerita dari setiap kisahnya memiliki alur yang cukup menarik untuk terus diikuti. Benar jika ada beberapa kisah yang ditulis dengan singkat, padat, jelas dengan nuansa laporan yang cukup terasa, tetapi lebih banyak kisah yang lebih menggugah dan menginspirasi. Aku pun merasa takjub betapa mahasiswa semester pertengahan ini mampu melakukan perjalanan itu sendirian. Keterdesakan yang diberikan pada mereka telah berhasil melahirkan tindakan-tindakan yang menakjubkan.

Sayangnya, penataan lokasi negara tujuan yang berseling-seling kadang membuatku jengkel. Ada baiknya jika bercerita tentang Jepang, semua yang melakukan perjalanan ke Jepang juga diletakkan beriringan. Mungkin terkesan membosankan? Tapi kurasa tidak lantaran itu akan menguatkan kisah mengenai Jepang itu sendiri. Hal ini semacam merangkai kisah kebudayaan yang telah tertangkap para mahasiswa yang melakukan perjalanan tersebut. atau jika tidak demikian, beberapa negara yang serumpun misalnya dapat diletakkan berurutan. Misalnya antara Korea dengan Jepang, atau Belanda dengan Jerman, dst. Dengan demikian, penangkapan atas nilai-nilai kebudayaan atau apapun yang tertangkap di setiap kisah perjalanan itu semakin paripurna.

Meski demikian, secara keseluruhan isi buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor ini berhasil membuatku penasaran atas semua kisahnya. Selain itu, hal yang terpenting adalah makna yang diambil dari tiap kisah itu sendiri. Betapa tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini selama kita mau berusaha untuk mewujudkannya. Jika pun akhirnya harus berbelok dari rencana semula, maka Tuhanlah yang Maha Mengetahui segalanya. Bukankah tugas kita sebagai manusia hanyalah berusaha semaksimal yang kita bisa? Kisah 30 mahasiswa ini menunjukkan banyak hal tak terduga terjadi di depan mata. Terima kasih atas kisahnya. Sungguh menjadi satu pelajaran berharga.

Angga Suprapto
09.05.2018

Komentar