TAK SEKEDAR BELAJAR

Universitas Gadjah Mada [UGM] merupakan salah satu universitas ternama di Indonesia. Bahkan, bisa dibilang bahwa UGM merupakan tiga teratas univeritas ternama. Oleh karena itu, kemampuan UGM sudah tidak diragukan lagi dalam kancah pendidikan nasional. Hal ini mengakibatkan jumlah orang yang ingin berkuliah di sini bisa mencapai puluhan ribu. Dengan kata lain, jumlah peminat dengan daya tampung yang disediakan oleh UGM berbeda jauh yakni lebih besar jumlah peminatnya dibandingkan dengan daya tampung yang tersedia. Akhirnya, untuk masuk ke UGM harus terlebih dahulu memenangkan persaingan yang bisa dibilang cukup ketat.

Sebenarnya, apa yang membuat UGM bisa menjadi favorit seperti sekarang? Tentunya bukan semata usaha dari seorang rektornya saja, atau hanya usaha keras dari para dosennya. Kebesaran nama UGM saat ini merupakan usaha dari semua pihak civitas yang berada di UGM untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik dan kondusif. Tak luput pula peran serta dari pemerintah yang juga memberi dukungan sepenuhnya kepada UGM. Mengingat, UGM merupakan universitas nasional pertama di Indonesia.

Berawal dari dukungan semua pihak tersebut, maka terciptalah sebuah lingkungan belajar yang sangat kondusif dan setiap saat mengalami perkembangan. Lingkungan belajar ini tak sekedar terbatas pada sarana-sarana fisik yang tersedia dalam proses belajar di kelas. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah lingkungan belajar yang lebih luas mencakup lingkungan belajar fisik, lingkungan belajar alam sekitar [tempat tinggal], lingkungan belajar ruhani, dan lingkungan belajar lain yang bisa kita kembangkan sendiri manakala kita langsung berinteraksi dalam medannya.

Sejenak mari kita ketahui tentang lingkungan belajar di kehidupan kampus UGM ini. Berawal dari lingkungan belajar yang bisa dilihat atau kasat mata, yakni lingkungan belajar fisik. Dalam proses belajar di kelas, hampir selalu kita temukan sarana-saran kelas yang sudah lengkap dan memadai untuk proses belajar. Mulai dari computer, LCD, dan layar proyektornya. Selain itu, laboratorium yang dimiliki sudah hampir seluruhnya ada dalam program studi yang menggunakannya. Sarana laboratorium pun sudah bisa dibilang lengkap. Pada akhirnya, semua sarana-sarana fisik itu akan sangat mendukung proses belajar mahasiswa di dalam kelas maupun dalam prakteknya.

Di samping sarana fisik, lingkungan sekitar UGM turut menjadi sarana pendidikan yang cukup bagus dan efektif untuk membangun karakter para civitas mahasiswa. Adalah UGM yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, wilayah yang kental dengan budaya jawanya, memberikan kesan dan pengaruh tersendiri dalam membentuk karakter para mahasiswa. Mulai dari mahasiswa yang tidak bisa bahasa jawa sampai mahasiswa yang bersikap ‘kasar’, semua itu bisa saja berubah dan mengalami pergeseran perilaku selama mahasiswa itu hidup di Yogyakarta. Dari yang awalnya tidak bisa bahasa jawa menjadi mampu berbahasa jawa meski hanya bahasa kasarnya saja. Dari karakter yang ‘keras’ berubah menjadi seorang yang bertutur ‘lembut’ dan mengenal budaya-budaya jawa yang lain.

Sebenarnya, yang menjadi faktor cukup penting adalah UGM menjadi lingkungan belajar pemikiran, pengembangan pola pikir, dan pergaulan yang lebih komplek dan kritis lagi. Kenapa? Karena sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa UGM merupakan universitas yang keberadaannya tidak bisa diremehkan lagi di Indonesia. Banyak orang-orang penting saat ini terlahir dari rahim UGM. Banyak diantara mereka adalah orang yang juga aktif berorganisasi dan bersikap kritis dalam kehidupannnya di kampus. Jadi, teramat sayang jika kita melewatkan kesempatan emas untuk belajar kehidupan dari sebuah universitas nasional pertama di Indonesia ini. Selain itu, pergerakan mahasiswa juga menjadi pilihan yang tak boleh dilewatkan untuk lebih membangun pola pikir sebagai mahasiswa meski bila dibilang pergerakan mahasiswa saat ini seolah kehilangan ‘musuh bersama’nya.

Terakhir, akan masih banyak lagi lingkungan belajar yang bisa digali dalam lingkungan UGM ini. Bukan sekedar lingkungan belajar yang konvensional, melainkan lingkungan belajar yang bisa menjadi lebih luas lagi setiap saat dan setiap waktu. Adakah kita akan mengekang jiwa kita dengan makna lingkungan belajar yang seperti biasa saja? Katakan tidak! Karena kita tidak akan pernah berkembang manakala kita tak pernah mau mencoba melihat sisi lain dari suatu keadaan.

Rochim Angga K S

09/286971/KT/06623

Komentar

rajaf mengatakan…
bagus..