Kawanku, sejahat itukah?! [1]

Aku tertegun melihat indahnya alam ini. Berisik suara air dan desau angin, menggelitikku untuk segera terjun di hamparan rumput nan indah. Kulihat luas padang menghijau, kuhirup segar aroma pegunungan. Kulepas alas kakiku, dan kupetik sepucuk bunga menguning yang hampir layu. Meski sudah hampir layu, bunga ini tetap nampak indah dengan sekian banyak bunga segar disekitarnya. Segar rasanya!

Aku melangkah beberapa jauh dari tempatku bercengkarama dengan alam yang indah. Harapku membuncah untuk segera menemukan tempat yang lebih indah. Tapi, ada sebuah kejut yang menyambutku penuh luka. Kejut itu pun tak bosan menyambutku dengan tangisnya…

Rintihku… tangisku… dan berjuta keluhku tak kau hiraukan!
Aku meraung menahan sakit yang kau timbulkan
Tapi apa yang kini telah kau lakukan?!
Aku kembali terjebak dalam jerat pahit kehidupan
Adakah peduli yang tumbuh bersemi dalam hatimu?
Adakah kau peduli untuk sekedar memberi?
Memberi sebuah ketenangan dalam hati kami… memberi untuk hidup kembali…

Aku tetap saja terkejut dan semakin terkejut dengan kalimat-kalimatnya yang bertubi-tubi menyambutku. Bibirku seolah kelu dan tak bisa mengucap huruf apapun. Kata-kataku hilang. Hilangnya secepat teman-temannya yang juga menghilang. Lagi, aku tak mampu berucap sepatah kata pun. Hanya bejubel pikiran dalam benak yang berdesak ingin keluar, mendobrak-dobrak.

Bukan salahku! Ini salah mereka! Mereka yang hanya diam berpangku tangan saat tahu ada berjuta masalah kehidupan yang harus dibasmi. Aku juga bukan mereka yang tak punya dan tak pernah mau peduli. Bibirku kelu dan tak mau berhenti membisu. Engkau harus tahu itu!

Selang beberapa waktu, kejut itu telah meninggalkanku, sendiri. Sendiri terpekur dengan suasana baru yang kini ada di hadapanku. Mengalir, perasaanku membuncah mewarnai perih yang kini menghampiri. Kejut itu telah pergi dan tak menghiraukan perasaanku yang juga tak karuan. Biarkan, mungkin dia lebih tak karuan perasaannya lantaran ditinggal pergi teman-temannya. Dan tak tanggung-tanggung, teman-temannya itu pergi untuk selamanya. Untuk selamanya kawan!

Sekarang, tahukah engkau apa yang kini di hadapanku? Ya, yang ada di hadapanku kini adalah sebuah tanah lapang yang terhampar luas tanpa ada sedikitpun tumbuhan yang tumbuh. Pohon-pohon itu telah dipangkas habis tak bersisa satupun. Bahkan rumput ilalang pun juga telah habis, dihabisi oleh keberingasan teman-temanku. Mungkin pula teman-teman kita, sekelompok manusia tak bertanggung jawab.
Tahukah engkau apa yang mereka, pohon-pohon, ketahui? Mereka hanya tahu bahwa manusialah yang merusak hidup mereka. Tak pandang bulu, semua manusia dianggapnya merusak. Mungkin itu lah yang membuat dia menyerangku dengan bertubi-tubi kalimat tanpa henti.

Ah… aku jadi teringat dengan sepenggal kalimat yang terlontar darinya, Adakah kau peduli untuk sekedar memberi? Memberi sebuah ketenangan dalam hati kami… memberi untuk hidup kembali… apa maksudnya? Tahukah engkau apa maksud kalimat itu?

Aku pun terduduk sendiri dan merenungi kalimatnya. Lama… lama… dan lama… hingga aku terdiam tanpa kata, berselang waktu kemudian kudengar desah angin yang membawa kabar…

Engkau tak akan pernah tahu hingga engkau membaca segalanya
Engkau hanya akan menjadi kutu kala engkau tak pernah tahu
Dunia pun akan terus diam manakala tak ada kata penuh makna
Dan saat dunia berkata, engkau pun terjebak dalam kelam penuh sesal


Tersentak jiwaku menyambut kabar itu. Aku terbangun dari duduk panjang tak berkesudahan. Memanggil alam yang terus menggodaku. Aku pun kembali berjalan menyusuri tanah lapang tak berkehidupan. Sayatan demi sayatan dalam hati pun tercipta. Perih pun tak mau kalah dengan sang sayatan, perih ini menghampiriku kala aku melihat kengerian demi kengerian yang telah terjadi di tanah lapang ini.

Aaaarghhh…! Aku lelaaa…h… sudah hampir seharian aku berjalan dan tanah lapang ini tak mau menampakkan ujungnya. Seluas inikah kekejaman yang telah dilakukan oleh teman-temanku, para manusia?!

Adakah kau peduli untuk sekedar memberi? Memberi sebuah ketenangan dalam hati kami… memberi untuk hidup kembali…


Tanya itu masih menggelayutiku…

Komentar