Tuhan, aku telah berbuat dosa


Tuhan, aku telah berbuat dosa! Berulang kali aku mengulangi kalimat itu, tak henti-hentinya. Rasanya, tiap lembar kelam dalam hidupku yang telah lalu kembali menyapa. Dadaku tiba-tiba sesak dengan banyaknya kenangan dan kilasan perbuatan dosa yang telah kuperbuat. Saat itu, aku sudah berani membantah orangtuaku. Lalu aku melihat dia menahan tangis di dalam kesendiriannya. Sampai pada akhirnya, tangis itu pecah di hadapan putra-putrinya yang lain kala berkumpul dalam hari raya. Betapa nelangsanya ibuku, dia menangis karena ulahku! Betapa durhakanya aku yang telah membuat matanya berair karena ulahku! Tuhan, aku telah berbuat dosa!

Di saat yang lain, aku telah melakukan perbuatan keji pada seorang sahabatku. Lalu, dia perlahan mundur dari barisan. Sampai pada akhirnya dia benar-benar menghilang dari barisan perjuangan untuk selamanya! Bukan karena dia putus asa atau hal buruk lainnya, melainkan Tuhan telah memanggilnya. Dia terlalu berharga untuk berlama-lama di dunia yang penuh dengan maksiat dan peluang berbuat dosa ini! Dia tak rela melihat sahabatku bertambah lagi dosanya. Ah, sahabatku satu itu kini menyadarkanku bahwa begitu berharga tiap perbuatan yang telah kita lakukan.

Tuhan, aku telah berbuat dosa! Aku sudah berani melayangkan pandanganku pada "bidadari" yang Kau ciptakan untuk kaum Adam. Bahkan aku juga berani membagi cintaku yang seharusnya hanya untukMu! Tuhan, aku tertarik padanya tanpa alasan. Dia tak cantik, tak pula pandai bersolek hingga menarik tiap Adam yang melihatnya. Namun, perasaan ini selalu bergetar saat dia ada di depanku. Betapa beraninya aku, Tuhan! Bahkan sekalipun aku tak merasakan getar manakala namaMu disebut. Masihkah pantas aku mengharapkan kasihMu? Masihkah pantas aku merindukan ampunanMu?

Tuhan, aku telah berbuat dosa! Beberapa waktu yang lalu, aku sangat dekat dengannya. Dekat yang tak terpisahkan oleh jarak. Dekat sedekat selimut dengan orang yang mengenakannya. Aku berbuat keji, Tuhan! Pantaskah aku untuk mengarapkan lagi bidadarimu? Pantaskah aku mendapatkan kemuliaan seperti yang telah Engkau janjikan pada orang-orang beriman? Tuhan, masih bisakah aku mencicip nikmat imanMu?

*****
Fajar perlahan mulai menyingsing. Batas antara gelap dan terang kian menjelma. Sayup terdengar suara adzan subuh. Sahut suara ayam pun meramaikan dingin pagi itu. Seorang lelaki memendam perih dalam dadanya. Perih atas dosa yang telah diperbuatnya. Matanya sembab, kepalanya tertunduk. dimantabkan langkah kakinya menuju masjid.

"thiiit...thiiit..thiiit.." satu pesan diterima. 
Katakanlah, "wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri. Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Az-zumar;53)

Air matanya kini tak terbendung lagi. Satu harapan besar masuk hingga ke dalam relung hatinya. Kini dia benar-benar yakin dengan semuanya! Allah Maha Besar, Maha Pengampun!

"Bismillah.. AKU BISA!" tak ragu lagi langkahnya menapak ke masjid. Harapannya membuncah, dia ingin berubah menjadi lebih baik! Harapan untuk itu, akan selalu ada. 

Yogyakarta, 14.01.2012
Angga Kusuma 

Komentar

Arini mengatakan…
tak ada dosa tanpa penawarnya..tak ada kesalahan tanpa jalan perbaikan...semangat harapan itu masih ada.Allah maha Rahmat terhadap hambanya yg senantiasa bertaubat...salam rindu untuk FLP 12
Angga Suprapto mengatakan…
Arini sudah sampai di lokasi barunya kah? surat transfernya sudah diterima kan ya?