Keluarga Dakwah

Adakah keluarga dakwah itu? Bagaimana cara membangunnya? Bedakah dengan aktivitas dakwah seperti biasanya? Haruskah semua elemen dalam keluarga dakwah menyampaikan nilai-nilai islami di atas mimbar?

Mungkin beberapa pertanyaan di atas sempat muncul di benak Anda? Atau bahkan sempat terlintas atau sekedar lintas terdengar waktu di perjalanan?

Sekilas info mengenai keluarga dakwah ini, sejatinya "hanya" selangkah lebih di depan daripada keluarga samara. Saat kita memilih untuk menjadi satu keluarga dakwah, maka kita tidak lagi "hanya" fokus pada keluarga sendiri, tetapi fokus pula pada keluarga-keluarga di sekitarnya. Menyadari bahwa keluarga merupakan elemen terkecil dalam sebuah peradaban, maka penting bagi kita semua, para pejuang peradaban islam, konsen pada pembentukan akhlak dan karakter di keluarga ini. Kemudian, seiring dengan proses pembentukan itu, kita menularkan konsep keluarga islami ini ke keluarga-keluarga sekitar.

Lalu, bagaimana caranya membangun keluarga dakwah ini?

Kita bisa mengawalinya dari niat. Berbekal niat tulus untuk beribadah, maka segera langkahkan kaki menuju jenjang pernikahan. Tentunya, dengan segala kondisi dan pertimbangan yang sudah Anda lakukan. Dalam hal ini, Anda lebih tahu sejauh mana kesiapan dan kekuatan niat itu sendiri.

Selanjutnya, setelah niat, kita bisa mengawali proses pembentukan keluarga dakwah dengan menjaga sekuat tenaga proses menuju pernikahan sesuai aturanNya. InsyaAllah dengan segala keberkahan yang mengiringinya, niscaya kekuatan dan komitmen atas pembangunam keluarga dakwah ini sudah bukan lagi mimpi.

Ada orang yang mengatakan bahwa nikah itu mudah. Tentu saja nikah itu mudah, tetapi proses sebelum dan setelahnya itulah yang tak lagi mudah. Namun, janji Allah tentu benar adanya bahwa semua urusan akan dimudahkan, yang miskin akan dikayakan! Maka dari itu, menikah akan menjadi solusi tersendiri atas beberapa permasalahan yang mungkin rumit jika dihadapi sendiri.

Lalu, saat keluarga dakwah itu terbentuk, urusannya sudah bukan lagi sekedar antara "aku dan kamu", antara suami dan istri, melainkan urusannya semakin luas, amanahnya kian bertambah, menjadi "kita dan mereka". Karena seorang da'i tak lagi dihabiskan waktunya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk ummat yang dipikirkannya dalam keseharian.

Jogja, 04.11.2012
Angga Kusuma

Komentar

Anonim mengatakan…
kalau membaca postingan diatas, kayaknya dah siap nih :D
Angga Suprapto mengatakan…
isih maju mundur mas...
Anonim mengatakan…
Koyo lagune SPers, "Galau" Xixixixi