Aku, Kamu, dan Dia (3)

Hina, terhina, dan dihinakan. Kata-kata itu melayang mengitarinya seperti menghantui kesehariannya. Apakah ia mulai merasakan kegilaan pada dirinya sendiri? Hari demi hari dilalui tanpa mengerti inti jati diri. Kenapa ia tercipta? Mengapa harus beribadah pada Dia yang jauh di sana? Ah, ia kembali disibukkan dengan aktivitas yang konon penuh nilai rohani tapi nyatanya ia tak memiliki jiwa sama sekali?! Lalu untuk apa ia masih berkecimpung dalam dunia itu? Mengapa ia masih saja bertahan dan memaksa diri dengan tiga kata yang selalu menggelayutinya?

Kubiarkan ia melakukan semua aktivitasnya tanpa makna. Sejatinya aku merasa kasihan melihatnya seperti itu, tapi apa yang bisa kuperbuat? Benarkah ia orang munafik yang akan memenuhi kerak jahanam?! Na'udzubillahi min dzalik.

Lalu kamu masih diam, terpekur pada jenak demi jenak peristiwa kehidupan yang menghampirimu. Ah, lagi-lagi aku hanya bisa memandang kalian dari kejauhan. Selanjutnya aku kembali meracau seperti ini? Oh, betapa malangnya aku! Aku tak bisa berbuat apapun untuk kalian. Ia yang sibuk tanpa ruh dan kamu yang tak memedulikan tiap peristiwa yang kau lewati. Lalu? Aaaah.. lagi-lagi aku hanya bisa meracau!

Komentar