Tak Ada Bedanya

Benar kata orang bahwa kamu tak ubahnya kebanyakan orang yang lain. Awalnya aku menaruh banyak harapan padamu, tapi sekarang hampir seluruhnya runtuh. Meskipun demikian, aku masih tetap memiliki secercah harapan padamu. Ada satu yang membedakanmu dengan orang lainnya. Kamu punya pandangan dan cita-cita besar dari setiap langkah dan karya yang engkau ciptakan.

Kuputuskan untuk terus hidup bersamamu. Sebuah keputusan besar dan penuh tanggung jawab. Bagaimana seorang aku yang penuh dengan kekurangan, berani memilih dan hidup bersamamu. Meski awalnya aku merasa tak percaya diri, tapi engkau dengan rela hati menerima apa adanya diriku.

Beberapa waktu lalu, semua orang tengah melihat ke arahmu. Katanya engkau begitu memesona hingga banyak orang berdecak kagum dan heran padamu. Badanmu yang tak begitu besar malah menjadi sorotan banyak orang. Aku pun heran padamu. Meski demikian, aku bahagia bersamamu. Biar apapun kata dan sikap orang, aku selalu mendukungmu apa adanya dirimu.

Percayalah, aku akan selalu bersamamu selama engkau tak mengubah cita-cita hidupmu. Karena aku sangat yakin, cita-citamu itu sangatlah tinggi dan tak mudah untuk diwujudkan. Bahkan sebagian orang tak ragu mengatakan bahwa itu hanyalah mimpi yang tak akan pernah berwujud menjadi kenyataan. Tapi apalah arti kata dan celotehan orang-orang yang tak tahu menahu akan cita-cita besarmu itu? Tak lebih dari angin berlalu tentunya.

Entahlah, aku terlalu mencintaimu hingga seolah bibirku kelu ketika melihatmu. Tak satu pun kata muncul darinya. Apa adanya dirimu, apa adanya diriku, melangkah bersama akan lebih terasa ringan dalam mengarungi samudra kehidupan mewujudkan cita-cita dan amanah yang diemban.

Maka ketika langkah telah terayun, pedang sudah digenggam, dan baju besi telah dikenakan, pantang seorang pejuang untuk melangkah ke belakang. Oleh karenanya, apapun yang di depan sana kita harus mengatakan dengan lantang, “kami siap dengan semua kenyataan!”. Kata orang kami terlalu sok suci, terlalu menjaga diri, terlalu munafik, dan sekian banyak “terlalu” lainnya. Maka kukatakan bahwa itu hanyalah sejuta paradoks yang membersamai langkah kami. Biarkan angin berlalu, genggam erat analogi yang sangat membedakan antara pemain bola dengan para penontonnya. Maka peran kami adalah pemainnya dan bukan sekedar penonton apalagi ambil bagian sebagai orang yang hanya bisa bersorak-sorai dari luar lapangan.

Ah, panjang sekali aku bertutur tentang dirimu. Ya, kini aku tahu mengapa mereka begitu memerhatikanmu karena kamu begitu istimewa. Tak salah kiranya aku memilih hidup bersamamu. Terima kasih telah menerimaku apa adanya, maafkan jika terlalu banyak kekurangan pada diriku.

Lembar-lembar selanjutnya hanyalah tantangan demi tantangan yang harus kita hadapi bersama. Jika semua orang berkata bahwa dunia kita adalah dunia abu-abu, dunia penuh intrik dan sangat picik, maka doakanlah kami agar kami selalu berada pada jalur yang benar. Jika selalu ada hitam di atas putih, maka doakan kami untuk selalu menjaganya dalam hati-hati kami, hingga lembar-lembar kehidupan yang seharusnya putih itu tetap terjaga apa adanya, putih. Karena berani putih, itu pilihan kami. Jika selama ini putih diidentikkan dengan kebaikan, maka semua yang putih akan menjadi pilihan kami. Kamilah golongan putih, orang-orang yang berusaha untuk tetap putih semaksimal kami, karena berani putih adalah satu sikap tegas kami, karena putih adalah pilihan tetap kami! Apakah kalian berani putih?

Komentar

Anonim mengatakan…
Dahulu, tak banyak orang yang mampu mengakui kekuatannya.
Kini,tak sedikit orang yang mampu menatap wajahnya.

Teduh tanpa tanda tanya.
Ia hiasi kehidupannya dengan do'a dan tilawah. Itulah yang menjadi berkah.

Ah, wajar saja meneduhkan. Karena cita-citanya pun tidak pernah lepas dari genggaman hatinya yang tidak pernah menjauhkan diri dari Allooh.

Disana ada kebahagiaan.
Disana ada ketentraman.
Disana ada keluhuran budi pekerti.

#AYTKTM