Dialektika Akses Sumberdaya dan Konstruksi Sosial (1)

Kuliah pertemuan ini membahas tentang salah satu bagian dari teori pembangunan. Mohon dibenarkan jika istilah yang ku gunakan salah, tiga pilar dalam teori pembangunan. Tiga hal itu terdiri dari population, environment, dan development. Ketiga hal ini akan saling memengaruhi dengan dan membentuk suatu entitas kehidupan. Kemudian, entitas ini mengalami transformasi menjadi tiga bagian yakni state, civil society, dan market. Kehadiran ketiga bagian dalam proses dinamika berjalannya entitas ini menjadi penting untuk menjaga tiga pilar teori pembangunan tetap seimbang.

Ketiga pilar ini menjadi penting dijaga keseimbangannya agar tidak terjadi kerusakan pada pilar yang lain. Misalnya, jika yang dititiktekankan adalah bagian populasi, maka bagian mana yang sekiranya akan mengalami kerusakan atau bahkan keuntungan? Ya, environment akan mengalami bagian yang terancam kelestariannya, sedangkan bisa jadi hal yang menguntungkan untuk proses development.

Mas Setiadi kemudian menjelaskannya melalui beberapa kejadian yang baru saja berlalu di wilayah DIY. Pertama, ketegangan atau konflik yang terjadi di daerah Pengok, Sleman, dan yang kedua adalah konflik yang mengemuka di daerah Playen. Kedua konflik itu bernada sara, maaf jika saya tidak menyebutkan konfliknya lebih detail lagi. Dua contoh konflik yang terjadi itu sebagai contoh dari ketidakhadirannya pemerintah (state) dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tersebut mengemuka. Meski demikian, Mas Setiadi menekankan bahwa hal yang perlu dilihat bukan pada kejadian konfliknya saja, tetapi lebih pada akar masalah mengapa konflik tersebut bisa mengemuka di kawasan DIY yang notabene orang jawa terkenal dengan kesantunan serta keramahan dalam berinteraksi.

Di sinilah saya menyadari bahwa kajian antropologi budaya sangat penting dalam melihat suatu kejadian yang ada di masyarakat. Begitu pun hal yang saya pikirkan ketika seorang rimbawan seharusnya melihat konflik yang terjadi pada masyarakat sekitar hutan. Cara pandang terhadap suatu masalah yang lebih luas ini niscaya akan memberikan pendekatan yang berbeda dalam penyelesaian konflik. Semoga ke depan akan lebih baik lagi pengelolaan hutan di Indonesia hingga judul "rich forest poor people" itu dirasa tidak relevan lagi.

Komentar