Habibie dan Ainun

Pak Habibie dan Bu Ainun pada suatu acara
Kisah cinta mereka diabadikan dalam bentuk buku lalu divisualkan dalam bentuk film. Begitulah realita yang ada. Tak seorang pun menyangka bahwa ia akan menjadi salah seorang dari presiden Republik Indonesia. Begitu pun aku tak pernah menyangka akan menikmati film ini. Karena di awal, kutanamkan pada diri untuk tidak menonton film yang penuh dengan percintaan. Namun, akhirnya aku harus mengakui bahwa film ini tak melulu membicarakan cinta, tak sevulgar kisah cinta picisan, pun tak sehebat konflik yang mencuat di permukaan layaknya film action atau apapun itu jenisnya.

Konflik dalam film ini dikemas indah, berbicara tanpa harus mengeluarkan kata. Berkecamuk di dalam dada, mengingatkan pada setumpuk permasalahan anak bangsa yang menanti untuk diurai satu persatu oleh para pewaris negeri.

Aku tak berminat untuk mengulas lebih jauh tentang film ini. Hanya ingin mencoba membagi beberapa gelisah yang muncul sesaat setelah menontonnya. Kegelisahan yang pertama mengenai nasib para pewaris negeri yang disisakan setumpuk permasalahan untuk dihadapi. Meski demikian, film ini membangkitkan semangat untuk tetap optimis menatapnya bahwa kami semua pasti bisa membangunnya lagi! Membangun negeri yang mampu mandiri, berdiri dengan kedaulatannya sendiri. Bismillah..

Segera setelah itu langsung tergantikan dengan desiran hati membayangkan betapa hukuman yang harusnya dijatuhkan kepada sosok Presiden Soeharto?! Mengingat, sekian teka-teki sejak dipilihnya ia melalui SUPERSEMAR yang hingga kini juga tak diketahui keberadaan surat itu hingga sederetan otoritas dan korupsi yang dimainkannya dengan cantik, sangat cantik. Namun demikian, tetap saja sepandai-pandai orang menyembunyikan bangkai, busuknya pasti akan tercium. Itulah ketentuan dan ketetapanNya. Dengan sangat cepat pula, desiran itu terpatahkan oleh satu ingatan bahwa urusan pahala dan siksa pasca kehidupan seseorang, cukuplah Allah yang mengetahuinya. Bukan urusanku sebagai manusia untuk turut pusing memikirkannya. Cukuplah dengan mendoakan kebaikan untuknya.

Saat melihat adegan tentang suap yang akan diberikan oleh seorang pengusaha yang kebetulan kerabat dekatnya Pak Soeharto, betapa realita itu seolah mendarah daging di negeri ini?! Ingin sekali mengubahnya tapi hampir semua orang yang telah masuk ke suatu sistem senantiasa menyampaikan bahwa ia tak sepenuhnya bisa bebas 100% dari suap dan saudara-saudaranya. Seketika itu pula aku teringat dengan pesan yang disampaikan oleh Ustadz Cahyadi Takariawan. Maaf, aku tak bisa mengulas pesan itu di sini. Namun, satu hal yang kudapatkan dari pesan tersebut adalah kita sangatlah keterlaluan manakala memilih untuk hidup biasa-biasa saja. Banyak permasalahan serius yang harus ditangani, banyak pula hal yang harus dikerjakan untuk kebangkitan negeri dan ummat ini. Bismillah.. kita semua pasti bisa!

Selebihnya mengenai film ini, tak lebih dari satu kisah film yang bercerita tentang konflik, alur, tokoh, dan unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya. Akhirnya, masing-masing kitalah yang membuat film ini menjadi bermakna lebih ataukah tidak. Semoga kita bisa menjadi orang yang bisa memaknai segala sesuatunya bermuara kepada kebaikan dan ketakwaan ilallah...

Komentar